top of page

Belajar dari Nottingham, kota literatur dunia


Tulisan ini dibuat untuk Novel Nottinghamers.

Sebagai mahasiswa Ph.D., sebagian besar waktu saya habiskan untuk membaca dan menulis, mencari gap dan membangun koneksi dari ilmu pengetahuan. Yap, quote hari ini dan setiap hari berikutnya adalah Mind the gap.  Saya juga menemukan kalimat ini sebagai lirik yang paling diingat oleh beberapa orang setelah berkunjung ke London. Bila tidak percaya, jangan lupa untuk eksplor London via Tube ya, dijamin di akhir perjalanan saat mencari buah tangan di Camden Town, akan beli magnet lambang London Underground, lingkaran merah dengan kotak biru bertuliskan tiga kata tersebut. Saking berulang kali mendengarnya, merasuklah ke alam bawah sadar #smile.

Kawan, betul kata PhD Comic, siklus kehidupan seorang peneliti adalah read, write, repeat dan sebotol air putih adalah item wajib. Saya salut dengan program yang diusung oleh University of Nottingham (UoN) Student Union Januari 2016 dengan hashtag #LittlePickMeUps. Para perwakilan mahasiswa mengunjungi perpustakaan-perpustakaan di kampus dengan membagikan secara gratis buah segar dan botol-botol air putih bertuliskan work hard, do good and be incredible. Ini yang saya sebut simple little thing to do and indeed lighten up the library atmosphere.

Kawan, mengunjungi perpustakaan kampus atau kota di tanah Britain adalah hobi yang berujung pada ekspektasi melihat rak-rak buku tinggi pada lemari kayu khas Harry Potter. Saya terkesan dengan ruang baca klasik di Alnwick Castle yang menjadi tempat syuting drama miniseries pemenang Golden Globe tahun 2011, Downtown Abbey.  Selain itu, perpustakaan kota Birmingham membuat pengunjung berdecak kagum dari desainnya yang futuristik di bagian luar dengan berpadu sentuhan gaya Tudor di sisi dalam.  Satu yang saya syukuri bisa dengan mudah didatangi dan menjadi tempat persembunyian (baca: merenung) sehari-hari adalah Djanogly Learning Resource Centre. Ini merupakan salah satu perpustakaan di kampus Jubilee UoN dengan bangunan berbentuk trapesium terbalik (unusual circular building). Jadi kita cukup berjalan lurus di satu lantai saat mencari sudut belajar yang sesungguhnya kita memutar naik. Suara derit kayu yang ditimbulkan sontak menarik perhatian wajah-wajah serius di sekitar, otomatis saya melambatkan langkah. Mungkin bebek di danau adalah pemandangan klise, tapi tempat ini memenuhi semua ekspektasi dalam perjalanan mendapatkan Eureka effect. Waktu dimana seketika itu mendapat solusi dari permasalahan yang digeluti.

Mengeksplor ruang belajar di kampus termasuk perpustakaan, graduate centre, study room, bahkan tempat-tempat tak terduga lain menjadi hobi. Tidak hanya di kampus, kota ini kaya akan sudut-sudut inspirasi yang diburu oleh penulis. Nottingham adalah kota yang akan menjadi saksi tiga sampai empat tahun saya bergelut dalam tulisan. Seperti yang terjadi di detik ini, saya akan berbagi Nottingham hidden gems.

Pada 11 Desember 2015, Nottingham resmi menjadi salah satu kota literatur di dunia oleh UNESCO bersanding dengan 20 kota literatur lain diantaranya Edinburgh, Melbourne, Dublin, Norwich, Iowa City, Heidelberg, Granada, Prague, Baghdad, Barcelona, dan lain-lain.  Penghargaan ini diinisiasi pada tahun 2004 sebagai bagian dari program UNESCO Creative Cities Network.

Penganugerahan gelar didasarkan pada kekayaan sejarah literatur yang berasal dari Nottingham. Beberapa penulis terkenal dari Nottingham diantaranya adalah Lord Byron (1788-1824), DH Lawrence (1885-1930), dan Alan Silitoe (1928-2010).  Saat pulang dari kelas pendek di Southampton University pada September 2015, saya menengadah membaca banner besar yang dipasang di gedung Station Street Studios, seberang Nottingham Train Station, satu deret blok dengan Starbucks. Judulnya adalah Rebel Writers. Ternyata ini merupakan bagian dari Howie Smith’s Project, a PhD study in regeneration and the creative community. Quote dari Lord Byron adalah yang paling mengena, doubt everything. Yang saya pelajari dari pendidikan di Inggris adalah mengenai keutamaan berpikir kritis. Secara ekstrim menilai bahwa informasi yang didapat pertama kali itu tidak benar sampai ada bukti pendukung.

Siapa yang tidak kenal Lord Byron? Penyair romantis Inggris yang terkenal dengan karya Don Juan. Bila singgah di Nottingham maka wajib mengunjungi Newstead Abbey, rumah dari Lord Byron yang tidak kalah cantik dari Chatsworth house yang tersohor itu. Tidak hanya di dunia literatur, tetapi juga terkenal di dunia Computer Science sebagai ayah dari Ada Lovelace, programmer pertama di dunia.
Berikut penggalan sajak karya Lord Byron:
She walks in beauty, like the night
Of cloudless climes and starry skies;
And all that's best of dark and bright
Meet in her aspect and her eyes:


Tokoh lain yang lulusan dari University of Nottingham adalah sang novelis, DH Lawrence. Salah satu karyanya yang diadaptasi ke dalam layar kaca oleh BBC di tahun 2015 berjudul Lady Chatterley’s Lover. Well, sepertinya racun BBC membuat saya bermimpi untuk studi di UK. Program dari BBC Masterpiece Classic seperti koleksi karya Jane Austen, Thomas Hardy, Emily Brontë, dan Charles Dickens adalah favorit tontonan untuk mengisi hari libur. Mungkin karena sejak kecil sering diajak orang tua melihat pertunjukan teater dan koleksi buku sastra Bapak yang memenuhi ruang kerja rumah, saya jadi enjoy akan keindahan dari suatu kerumitan. Coba saja baca novel Pride and Prejudice, kelas bahasanya sungguh berbeda dengan IELTS Academic. Bahkan saat melihat filmnya pun yang paling saya tangkap adalah ekspresi indeed yang sering digunakan. Saat ini banyak karya sastra klasik yang diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dan diterbitkan ulang. Beberapa sampul buku yang menarik perhatian adalah dari Qanita Classics, lini dari Mizan Pustaka. Pada akhirnya saat lulus SMA, saya memutuskan mengambil jurusan Sistem Informasi dan bukan Sastra Inggris. Saya kejar beasiswa S2 ke UK, rejekinya di S3. Memang mimpi itu proyeksi masa depan dengan jalannya yang penuh misteri. Saya selalu percaya kesempatan akan datang dari banyak pintu saat kita mau berusaha. Tantangannya adalah kegigihan. Reminder juga untuk diri sendiri agar tidak woles (baca: slow).

Selain sejarah literatur yang kuat, keanekaragaman komunitas menulis di Nottingham juga membawa andil besar dalam penganugerahan gelar City of Literature. Di pusat kota daerah Hockley akan kawan temukan dengan mudah suatu sudut unik. Bangunan coklat dengan gambar-gambar bulu pena dan plang besar bertuliskan Nottingham Writer’s Studio. Desain depan gedung juga merupakan karya dari proyek Howie Smith. Letaknya pas di tengah-tengah Nottingham Creative Quarter.

Di kampus UoN sendiri ada Book Club dan Creative Writing Society. Majalahnya yang bernama Jabberwocky terbit dua kali dalam setahun dibagikan secara gratis. Kegiatannya berupa Lit Circles dimana ada topik yang bekerja sama dengan Quidditch dan Harry Potter society. Satu-satunya toko buku di areal kampus bernama Blackwell. Di sini bila kita beli buku, maka setelah kita baca dan gunakan bisa dijual kembali di tempat yang sama. Suami saya beli salah satu buku bekas tersebut karena lebih murah dibanding yang baru.  Oktober 2015, seorang alumni UoN bernama Lauren James berbagi cerita di Blackwell gedung Portland University Park tentang bukunya yang baru rilis berjudul The Next Together.

Bagi mahasiswa undergraduate baru, kampus punya Nottingham Reading Programme. Kawan bisa ambil buku pilihan secara gratis di Hall (asrama) atau perpustakaan kampus lalu ikut reading grup non-virtual atau virtualnya di Moodle. Tahun 2015, buku yang dibahas adalah The Great Gatsby. Setelah membaca bisa ikut creative response competition dengan hadiah voucher buku dari Blackwell.

Tempat berkumpul pecinta literatur di jantung kota adalah Bromley House Library. Bertempat di Angel Row, dekat dengan Old Market Square (letak landmark kota Nottingham), tidak disangka bahwa perpustakaan ini berdiri sejak 1816. Bangunannya khas dengan bata merah sebagai ciri kebanyakan rumah Inggris. Selain itu, ada dua Community Library yang kebetulan dekat dengan rumah saya yaitu Radford-Lenton Library dan Hyson Green Library. Kawan bisa meminjam buku di sini dengan Nottingham city card. Kebetulan Radford-Lenton Library berada persis di depan rumah saya saat tahun pertama di Nottingham sehingga saya beberapa kali mampir. Ada mahasiswa yang membantu sukarela sebagai homework helper dengan dikelilingi tiga anak usia SD tingkat menengah di meja dekat pintu masuk. Sambil berkeliling saya mencuri dengar, mereka sedang diskusi persoalan matematika. Jadi teringat betapa dahulu ibu saya sangat sabar mengajarkan perkalian sedangkan saya selalu ngeyel (baca: mendebat).

Saya pribadi untuk mencari suasana baru dalam menghimpun fokus akan pergi ke toko buku di pusat kota bernama Waterstones. Toko buku ini mudah ditemukan di kota-kota UK. Di Nottingham sendiri bertempat di Bridlesmith Gate, terdiri dari 4 lantai. Anak saya, Ara, suka sekali di lantai 2, tempat buku anak-anak dengan space baca dan bermain yang eye catching. Bila lelah bisa santai di Costa Café lantai 3. Satu tips, tidak perlu pusing mencari oleh-oleh khas suatu kota, cukup datang ke Waterstones, biasanya di lantai 1 dijual kartu pos dan magnet kota tersebut dengan desain yang artistik. Saya pernah membeli di Nottingham dan Manchester.

Banyak pula café-café di gang kecil pusat kota yang menawarkan suasana nyaman untuk membaca atau menulis. Bagi penggemar kopi maka saya rekomendasikan menilik atmosfer dari 200 Degrees. Bagi vegetarian, coba temukan Alley Café. Satu lagi yang pas untuk didatangi sendiri atau berdua adalah The Coffee House of Nottingham. Favorit saya dimanapun dan kapanpun adalah hot chocolate (with cream, marshmallow, and chocolate bar), paket topping komplit deh.

Info untuk yang sudah berkeluarga, Nottingham dinilai memiliki komitmen tinggi untuk memperbaiki kemampuan membaca dan menulis pada anak-anak. Di sini, buku anak-anak yang dipinjam dari perpustakaan umum atau ruang baca toko buku tidak mengenakan denda bila buku sobek atau rusak. Bayi dan anak usia Pre-school (3-4 tahun) akan mendapat paket buku gratis dari nursery atau health visitor. Perpustakaan di komunitas dekat rumah juga menyelenggarakan aktivitas anak seperti membaca cerita dan bernyanyi bersama.

Nottingham pernah mengadakan flash mob for reading pada 17 Juli 2015 dan bulan yang sama tahun 2014. Orang-orang berkumpul di Old Market Square untuk duduk dan membaca buku karya penulis Nottingham dalam 10 menit keheningan.
Tidak heran bila kota literatur ini mengeluarkan bakat-bakat terpendam dari mahasiswa Indonesia, beberapa blog apik dari mahasiswa Indonesia terkait pengalaman hidup di Nottingham dapat ditilik pada laman sebagai berikut:
1.    http://cakshon.com/, oleh Ahmad Mukhlason
2.    https://peniindrayudha.wordpress.com/, oleh Peni Indrayudha
3.  http://blogs.nottingham.ac.uk/internationalstudentlife, beberapa artikel dengan kontributor: Meredita Susanty, Marizsa Herlina, Puput Arfiandhani, dan saya sendiri. International Office memberikan voucher amazon sejumlah 20 GBP untuk tiap tulisan yang dimuat.

Bila suatu hari di otak kawan muncul pengingat ke diri sendiri untuk Shut up and Write!, coba singgah ke Nottingham. Di kampus bahkan ada course khusus untuk ini (dalam 2 jam, 4 siklus @20 menit menulis, diselingi 5 menit istirahat).  Saya sudah pernah join saat menulis untuk laporan tahun pertama studi, dan efektif efisien manjurnya.

Read some for exam,
Welcome to Nottingham


--Cubicle C77 Kampus, 16-01-2016, saat salju turun.

 

bottom of page